Udah baca bagian pertama? Kalo belum, baca dulu ;)
Gadis
itu dulunya sangat membenci hujan. Baginya, hujan adalah hukuman dari Tuhan
supaya dia tidak terus-terusan pergi bersama teman-temannya, tetapi belajar di
rumah. Namun, seulas senyum manis dari pemuda tak dikenal mengubah persepsinya
tentang hujan. Kini, diam-diam ia menantikan “hukuman” itu. Membayangkan
bagaimana hujan mempertemukan mereka dan bermimpi lain kali hujan akan
mempertemukan mereka kembali.
“Milly!
Kamu udah kerja PR Matematika?” Merasa ditanya, gadis itu pun menjawab, “Emang
kita ada PR?” “Ada, dodol! Ayo cepet nyari contekan, 5 menit lagi bel nih,”
jawab si gadis penanya yang bernama Tia tersebut. Milly pun segera mengikuti
Tia mencari jawaban PR Matematika.
“Mil,
tumben kamu tadi nggak kerja PR? Biasanya kamu rajin banget kerja PR.” tanya
Tia. “Aku lupa nih, kamu nggak ngingetin sih,” jawab Milly santai. “Nggak salah
nih? Kan biasanya kamu yang ngingetin aku. Kamu kenapa sih? Jangan-jangan udah
ada gebetan baru ya?” goda Tia. Entah kenapa, Milly menjadi salah tingkah. Mukanya
memerah dan ia hanya bisa tersenyum malu. Melihat tingkah laku sahabatnya yang
tidak wajar, Tia mengerti bahwa tebakannya benar. “Siapa namanya? Anak sekolah
ini? Kamu kok nggak pernah cerita sih,” tanya Tia menginvestigasi. “Gimana mau
cerita, aku aja nggak tahu namanya. Aku juga nggak tahu dia sekolah di mana,”
jawab Milly lesu. “Hah? Kamu bercanda, Mil? Jangan-jangan kamu ketemu cowok itu
di mimpi. Hahaha..” Sebuah cubitan langsung mendarat di lengan Tia. Bukannya
kesakitan, tawa Tia malah semakin menjadi-jadi. Mau tak mau, Milly juga ikut
tertawa, meskipun dalam hati ia agak setuju dengan perkataan Tia bahwa mungkin laki-laki
manis itu memang hanya bisa ia impikan saja.
Lagi-lagi
hujan. Padahal bel pulang sekolah baru saja dibunyikan. Akibatnya, banyak
murid-murid yang terpaksa menunggu hingga hujan reda, termasuk Milly. Sambil
menunggu, ia mengamati guyuran hujan itu dan pikirannya pun langsung tertuju
pada seorang pemuda berlesung pipit dengan senyum yang manis. Tiba-tiba, muncul
pemikiran gila dalam otaknya, kalau
sekarang aku ke perpustakaan, apa aku bisa ketemu lagi sama dia? Tapi akal
sehatnya masih berfungsi, gila kamu, Mil!
Kamu kira ini sinetron? Ia pun memutuskan untuk tetap menunggu hingga hujan
reda. Meskipun dari luar ia tampak tenang, sebenarnya dalam benaknya terjadi
perang antara perasaan dan logikanya. Tidak sampai 5 menit, perasaannya menang.
Tanpa berpikir lagi, ia langsung membuka payungnya dan menerjang hujan yang
masih turun deras. Sesampainya di perpustakaan, Milly tidak menemukan pemuda
itu. Ia kecewa, namun memutuskan untuk menunggu di dalam perpustakaan. Diambilnya
sebuah novel roman, kemudian duduk di salah satu kursi. Tak seperti biasanya, sebuah novel pun tak mampu menenangkannya. Setelah 20 menit membaca, ia
memutuskan untuk pulang saja. Namun, di depan perpustakaan, dia melihat seorang
lelaki yang wajahnya tak asing lagi. Melihatnya, lelaki itu tersenyum,
memamerkan lesung pipit yang manis. “Hai, nggak nyangka bisa ketemu kamu lagi
di sini,” sapanya, masih tersenyum. Milly hanya membalas dengan senyuman.
“Masih nggak mau pinjem payung?” tawarnya sambil menyodorkan payung. Milly
menggeleng, “Nggak usah, aku udah bawa payung kok.” “Ooh,” jawab lelaki itu singkat,
terdengar sedikit kecewa. Kemudian timbul keheningan di antara mereka. Di satu
sisi, Milly tidak rela meninggalkan lelaki itu. Di sisi lain, lelaki itu tidak
terlihat ingin beranjak. “Omong-omong, kita belum kenalan. Aku Milly.
Namamu siapa?” tanya Milly memecah keheningan. “Kevin. Namaku Kevin,” jawab
lelaki itu sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman. Tak lupa senyum
manisnya ia pertunjukkan. Milly menanggapi ajakan bersalaman itu.
Jantungnya berdegup sangat kencang ketika tangannya menggenggam tangan Kevin.
“Berarti sekarang kita temenan, kan? Boleh minta nomor HP atau pin BB kamu?”
tanya Kevin tiba-tiba. Entah karena terpesona oleh senyum Kevin atau memang pikirannya sedang
tidak waras, Milly langsung memberikan nomor handphone-nya. “Thanks. Nanti kalo
aku telepon, diangkat ya,” kata Kevin, senyumnya yang manis masih bertahan di
wajahnya. Tanpa terasa hujan sudah reda. Bersamaan dengan itu, mereka pun
berpisah, kembali ke rumah masing-masing. Saling melambaikan tangan dengan senyum
yang terus merekah.
Seperti
sudah ditakdirkan, hujan kembali mempertemukan mereka. Apa ini yang namanya
jodoh?
- END -
No comments:
Post a Comment