Wednesday, 10 September 2014

Kisah Tentang Hujan (II)


Udah baca bagian pertama? Kalo belum, baca dulu ;)

Gadis itu dulunya sangat membenci hujan. Baginya, hujan adalah hukuman dari Tuhan supaya dia tidak terus-terusan pergi bersama teman-temannya, tetapi belajar di rumah. Namun, seulas senyum manis dari pemuda tak dikenal mengubah persepsinya tentang hujan. Kini, diam-diam ia menantikan “hukuman” itu. Membayangkan bagaimana hujan mempertemukan mereka dan bermimpi lain kali hujan akan mempertemukan mereka kembali.

“Milly! Kamu udah kerja PR Matematika?” Merasa ditanya, gadis itu pun menjawab, “Emang kita ada PR?” “Ada, dodol! Ayo cepet nyari contekan, 5 menit lagi bel nih,” jawab si gadis penanya yang bernama Tia tersebut. Milly pun segera mengikuti Tia mencari jawaban PR Matematika.

“Mil, tumben kamu tadi nggak kerja PR? Biasanya kamu rajin banget kerja PR.” tanya Tia. “Aku lupa nih, kamu nggak ngingetin sih,” jawab Milly santai. “Nggak salah nih? Kan biasanya kamu yang ngingetin aku. Kamu kenapa sih? Jangan-jangan udah ada gebetan baru ya?” goda Tia. Entah kenapa, Milly menjadi salah tingkah. Mukanya memerah dan ia hanya bisa tersenyum malu. Melihat tingkah laku sahabatnya yang tidak wajar, Tia mengerti bahwa tebakannya benar. “Siapa namanya? Anak sekolah ini? Kamu kok nggak pernah cerita sih,” tanya Tia menginvestigasi. “Gimana mau cerita, aku aja nggak tahu namanya. Aku juga nggak tahu dia sekolah di mana,” jawab Milly lesu. “Hah? Kamu bercanda, Mil? Jangan-jangan kamu ketemu cowok itu di mimpi. Hahaha..” Sebuah cubitan langsung mendarat di lengan Tia. Bukannya kesakitan, tawa Tia malah semakin menjadi-jadi. Mau tak mau, Milly juga ikut tertawa, meskipun dalam hati ia agak setuju dengan perkataan Tia bahwa mungkin laki-laki manis itu memang hanya bisa ia impikan saja.

Lagi-lagi hujan. Padahal bel pulang sekolah baru saja dibunyikan. Akibatnya, banyak murid-murid yang terpaksa menunggu hingga hujan reda, termasuk Milly. Sambil menunggu, ia mengamati guyuran hujan itu dan pikirannya pun langsung tertuju pada seorang pemuda berlesung pipit dengan senyum yang manis. Tiba-tiba, muncul pemikiran gila dalam otaknya, kalau sekarang aku ke perpustakaan, apa aku bisa ketemu lagi sama dia? Tapi akal sehatnya masih berfungsi, gila kamu, Mil! Kamu kira ini sinetron? Ia pun memutuskan untuk tetap menunggu hingga hujan reda. Meskipun dari luar ia tampak tenang, sebenarnya dalam benaknya terjadi perang antara perasaan dan logikanya. Tidak sampai 5 menit, perasaannya menang. Tanpa berpikir lagi, ia langsung membuka payungnya dan menerjang hujan yang masih turun deras. Sesampainya di perpustakaan, Milly tidak menemukan pemuda itu. Ia kecewa, namun memutuskan untuk menunggu di dalam perpustakaan. Diambilnya sebuah novel roman, kemudian duduk di salah satu kursi. Tak seperti biasanya, sebuah novel pun tak mampu menenangkannya. Setelah 20 menit membaca, ia memutuskan untuk pulang saja. Namun, di depan perpustakaan, dia melihat seorang lelaki yang wajahnya tak asing lagi. Melihatnya, lelaki itu tersenyum, memamerkan lesung pipit yang manis. “Hai, nggak nyangka bisa ketemu kamu lagi di sini,” sapanya, masih tersenyum. Milly hanya membalas dengan senyuman. “Masih nggak mau pinjem payung?” tawarnya sambil menyodorkan payung. Milly menggeleng, “Nggak usah, aku udah bawa payung kok.” “Ooh,” jawab lelaki itu singkat, terdengar sedikit kecewa. Kemudian timbul keheningan di antara mereka. Di satu sisi, Milly tidak rela meninggalkan lelaki itu. Di sisi lain, lelaki itu tidak terlihat ingin beranjak. “Omong-omong, kita belum kenalan. Aku Milly. Namamu siapa?” tanya Milly memecah keheningan. “Kevin. Namaku Kevin,” jawab lelaki itu sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman. Tak lupa senyum manisnya ia pertunjukkan. Milly menanggapi ajakan bersalaman itu. Jantungnya berdegup sangat kencang ketika tangannya menggenggam tangan Kevin. “Berarti sekarang kita temenan, kan? Boleh minta nomor HP atau pin BB kamu?” tanya Kevin tiba-tiba. Entah karena terpesona oleh  senyum Kevin atau memang pikirannya sedang tidak waras, Milly langsung memberikan nomor handphone-nya. “Thanks. Nanti kalo aku telepon, diangkat ya,” kata Kevin, senyumnya yang manis masih bertahan di wajahnya. Tanpa terasa hujan sudah reda. Bersamaan dengan itu, mereka pun berpisah, kembali ke rumah masing-masing. Saling melambaikan tangan dengan senyum yang terus merekah.

Seperti sudah ditakdirkan, hujan kembali mempertemukan mereka. Apa ini yang namanya jodoh?

- END -

No comments:

Post a Comment