Saturday 23 November 2013

Roket Air

Seperti yang kalian tahu, atau mungkin tidak tahu tapi akan tahu, aku adalah seorang siswa SMA kelas 11 IPA (sama sekali nggak bermaksud pamer). Sebagai anak IPA, tentunya aku harus belajar Fisika. Beberapa saat yang lalu aku mendapat tugas untuk membuat roket air. Cara membuatnya sih nggak terlalu sulit, tapi bukan itu yang mau aku bicarain di sini. Tanpa kalian sadari, sebenarnya di balik peluncuran sebuah roket air sederhana, terdapat pelajaran hidup yang sangat berharga! Kaget? Nggak usah alay. Jadi jangan sekali-sekali meremehkan anak IPA. Anak IPA itu kerjaannya nggak cuma ngitung pake rumus atau ngafalin bahasa-bahasa latin dan unsur-unsur yang seabrek, tapi anak IPA juga bisa jadi filosof yang baik kalau mereka bisa menangkap arti sesungguhnya dari tiap perjuangan yang telah dilalui.

Oke, jadi apa hubungannya roket air sama nilai-nilai kehidupan? Sedikit penjelasan, roket air sederhana bisa dibuat hanya dengan botol plastik dan pipa paralon. Untuk meluncurkan roket air, udara dipompa masuk ke dalam botol sehingga tekanan dalam botol bertambah. Setelah tekanan dirasa cukup, pengunci roket air dilepaskan dan sang roket pun akan terbang membumbung tinggi ke angkasa raya. Hebat kan? Lalu apa hubungannya dengan hidup?

Sekarang coba ibaratkan manusia sebagai roket air. Setiap hari kita mendapat berbagai masalah dan cobaan dari berbagai pihak. Bahkan terkadang kita merasa bahwa hidup kita hanya berisi masalah saja. Kita tertekan secara mental maupun fisik, tapi kita tidak bisa menyerah karena perjalanan kita masih panjang. Seperti roket air, semakin banyak tekanan yang diberikan, semakin tinggi juga ia meluncur. Begitu juga dengan manusia, semakin sering seseorang menghadapi masalah, ia akan menjadi semakin dewasa dan sukses. Jika baru diberi sedikit tekanan saja kita sudah menyerah, maka kita tidak bisa terbang tinggi. Tapi jangan lupa juga, botol plastik pun bisa hancur. Bila roket air diberi tekanan terlalu besar, roket akan pecah. Dalam hal ini, kita harus tahu batasan kemampuan kita. Kita tidak boleh memaksakan kemampuan kita. Ketika kita merasa depresi, bahkan kesehatan kita juga menurun, itulah saatnya mengambil istirahat. Menjauh dari masalah untuk sementara dan menenangkan pikiran. Jika kita terus memforsir tubuh kita, suatu saat kita bisa 'pecah' juga. Mulai dari kesehatan memburuk, sampai pekerjaan tidak selesai-selesai.

Jadi, mana yang kamu pilih? Menderita untuk sementara karena tekanan tapi sukses, mendapat sedikit tekanan dan sedikit sukses, atau malah tidak mau diberi tekanan sama sekali?

Thursday 21 November 2013

Who is The Best?

Semua orang pasti pingin jadi yang terbaik. Entah itu terkaya, terpintar, tercantik/terganteng, terlucu, dll, dsb. Tapi seringkali itu semua hanya mimpi belaka. Kalau orang yang pantang menyerah, pasti mereka bakal terus berusaha biar hal-hal itu nggak hanya mimpi. Sedangkan yang lain mungkin memilih untuk menyerah, cukup puas dengan hanya menjadi biasa-biasa saja. Keinginan seseorang untuk menjadi yang ter-... (isi titik-titik sesuai keinginanmu) itu bukan tidak mungkin, tapi mustahil (apa bedanya). Kok gitu?

Memang 'nothing is impossible', tapi untuk hal yang satu ini memang mustahil. Why? Karena di atas langit masih ada langit (nggak usah dipikir pake logika). Artinya, meskipun kita merasa kita udah jadi yang terbaik, kenyataannya masih ada yang lebih baik dari kita. Gimana dengan orang terkaya sedunia? Kan masih sedunia, belum sejagad raya (becanda). Orang terkaya sedunia pun nggak akan selamanya kaya. Dalam kurun waktu beberapa tahun atau bahkan beberapa menit, peringkat itu bisa ganti. Nggak akan ada orang yang terus-terusan jadi orang terkaya di dunia. Sama dengan orang-orang yang namanya tercantum di Guinness Book of World Record. Nama-nama di buku itu akan terus berganti seiring dengan berjalannya waktu. Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apa yang harus jadi target kita?

Jangan pernah memiliki target untuk jadi yang terbaik, apalagi jadi yang terbaik bagi diri kita sendiri. IT'S A BIG NO! Kalau kamu memiliki target untuk jadi yang terbaik bagi diri sendiri, kamu akan cenderung membatasi diri kamu sendiri. Capek sedikit, kamu bakal bilang, 'nggak apa-apa deh, kan aku udah melakukan yang terbaik buat diriku'. Nah. Justru dengan target seperti itu kamu malah nggak akan maju-maju. Sedangkan kalau kamu punya target untuk jadi yang terbaik sedunia, kemungkinan besar kamu bakal jadi gila. Berhubung terus ada orang yang lebih baik dari kita, kita bakal terus berusaha dan bahkan menggunakan cara apapun untuk ngalahin orang itu. Jadi, secara tidak langsung hidup kita bakal suram dan bikin kena stroke. Bayangin, tiap hari kerjaannya mikirin strategi buat ngalahin pesaing. Belum lagi kalau gagal atau ada yang berkhianat, terus muncul seseorang yang ngaku-ngaku sebagai anak di luar nikah (semacam sinetron). Dijamin penderita anemia pun bisa kena darah tinggi.

Mulai sekarang, bikin target untuk jadi 'lebih baik'. Kamu harus bisa lebih baik dari sekarang. Berhubung manusia nggak pernah puas, kalau kamu memang manusia, kamu nggak boleh puas. Jadi, kalau kamu udah dapet nilai 100 di ulangan sejarah, jangan puas sebelum kamu bisa dapet 200.
Kamu memang gak bisa jadi yang terbaik, tapi kamu selalu bisa jadi lebih baik. Tunggu apa lagi? Be Better!