Friday 11 May 2018

Real Friend

Photo credit: HuffingtonPost.com

Kalian semua pasti familier dengan istilah "fake friends" kan? Fake friends atau temen palsu ini biasanya identik dengan "temen" yang dateng atau nyariin kita kalau lagi ada perlunya aja. Dan temen-temen semacam inilah yang berusaha kita hindari karena cuma bisa nyusahin dan bikin emosi. Tapi, apakah kita bener udah judge mereka sebagai "fake friends"?

Pertama-tama, coba kita lihat ke akar permasalahannya dulu. Fake friends muncul karena kita (atau mereka) berusaha untuk menjalin hubungan pertemanan. Kenapa kita butuh temen? Karena kita makhluk sosial. Apa itu makhluk sosial? Makhluk yang hidup berkelompok, selalu berinteraksi dengan sesamanya, dan saling membutuhkan satu sama lain. Do you get the idea?

Sesungguhnya, pertemanan sendiri muncul karena adanya kebutuhan. Tetapi, ketika kita dan temen kita memiliki kebutuhan yang sama, maka kita melihatnya sebagai "real friends". Sementara jika kebutuhan itu berat sebelah, kita akan menganggap orang tersebut sebagai "fake friends". Coba kalian renungkan ilustrasi di bawah ini:

Nana adalah seorang mahasiswi sosialita dan populer. Dia terkenal memiliki banyak sekali teman, tapi ketika disinggung, dia selalu menjawab, "Ah, sebenernya real friends aku cuma dikit kok bisa dihitung pake jari. Sisanya sih fake semua, cuma muncul kalo butuh bantuan doang." Suatu hari, salah satu temennya yang kepo tanya, "Na, sebenernya lu nganggep gue real friends ato fake friends sih?" Nana ketawa sebentar terus menjawab, "Lu gila ya? Kalo lu aja gue anggep fake, terus siapa lagi yang real? Cuma lu yang selalu mau nemenin gue ngafe, shopping, bahkan pas gue nge-date pun lu tetep mau temenin. Lu juga selalu siap buat dengerin curhat gue, nenangin gue waktu sedih. Banyak lah jasa lu buat gue!" Dan temennya hanya bisa tersenyum sambil berpikir: kok kayanya dia yang fake ya?

Apakah definisi real friends kalian sama dengan Nana? Selama ini kita berpikiran bahwa real friends adalah temen yang selalu ada dan siap kapanpun buat kita. Tanpa disadari sesungguhnya yang kita tekankan di sini adalah bagaimana temen kita bisa membantu/memenuhi kebutuhan kita. Jadi sebenernya yang fake siapa?

Mungkin sampai di sini beberapa dari kalian merasa bingung atau jadi merenung apakah kalian udah menjadi temen yang baik. Mungkin sebagian dari kalian merasa bahwa pemikiran aku aneh dan lebay. Untuk menghindari hujatan lebih lanjut, aku mau menekankan: nggak ada salahnya berteman karena kebutuhan. Banyak ahli, terutama psikolog, yang menyimpulkan bahwa kebutuhan sosial itu cukup krusial bagi kehidupan manusia. Menurut Teori Maslow (ceritanya biar keren kaya mahasiswa beneran gitu), kebutuhan sosial berada pada tingkat ketiga dari lima tingkat kebutuhan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan sosial memang cukup urgent untuk dipenuhi.

Oke, sekarang kalian tahu bahwa manusia berteman karena kebutuhan dan kebutuhan itu harus dipenuhi. Jadi kita bisa anggap semua orang real friends dong? Nggak juga, karena manusia sudah jatuh dalam dosa sehingga tak satupun dari mereka adalah benar. Maksudnya, tentu nggak semua orang berteman sama kita setulus itu, tapi apakah mereka fake? Sedikit saran, daripada melabeli seseorang "fake friend" lebih baik kita menganggap mereka "temen yang nggak peka". Kamu nggak pernah tau apa yang ada di pikiran seseorang. Bisa aja orang yang kamu anggep fake, selalu minta bantuan kamu karena emang cuma kamu yang bisa dia andalkan, sayangnya kamu kurang asik buat jadi sahabat gaul dia :(

Kesimpulannya, jangan semudah itu melabeli seseorang sebagai "fake friends" karena bisa aja asumsi/pemikiran kamu tentang mereka itu salah. Kamu nggak pernah tau kan kalo temen curhat kamu sebenernya cape dengerin kamu curhat dan drama? Untungnya, label "persahabatan" membuat seseorang lebih kuat dalam menghadapi tingkah laku menyebalkan dari sahabatnya. Dan yang terpenting, jangan membenci temen yang nggak peka (atau kalian masih tetep mau pake istlah "fake friends"? Terserah) karena lebih baik ada yang nyariin dibanding nggak sama sekali :)

No comments:

Post a Comment